"Partai Golkar katakan tak perlu ada kenaikan harga BBM," tegas Ketua Umum Dewan Pimpinan Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Blurrrr. Sontak mengagetkan semua pihak. Terperangah. Pernyataan yang disampaikannya pada Kamis (29/3) petang itu, bak geledek menyambar di siang hari.
Semua menoleh ke Partai Golkar (PG). Ada apa dengan PG? Kenapa tiba-tiba dengan tegas menolak kenaikan BBM?. Apa lagi yang dimainkan PG? Ataukah PG sedang meningkatkan posisi tawarnya?
Peta politik pun buyar. Di tengah makin meningkatnya suhu politik yang dipicu rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM, keputusan politik dari partai berlambang pohon beringin ditunggu-tunggu masyarakat. Sebab, keputusan PG benar-benar menjadi penentu.
Jadi agak benarlah jika di akhir dekade 1990-an lalu, mantan Presiden BJ Habibie pernah menyatakan, "Golkar itu 'pendulum' politik Indonesia".
Mengkristalnya kubu anti dan pro kenaikan (harga BBM), membuat pembahasan APBN-P yang berlangsung maraton antara Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Pemerintah, alot.
Sementara gerakan ekstra parlementer terus bergerak bagai bola salju yang terus mengelinding dan membesar. Demo-demo mahasiswa dan buruh marak di berbagai kota berlangsung hampir merata dan serentak.
Kota-kota besar seperti Jakarta, Makasar, Medan, Palu, Kendari, Jogja, Bandung, Surabaya, Denpasar-Bali, Samarinda-Kaltim, Padang-Sumbar, Manado-Sulut, Jayapura-Papua, bahkan di Sidoarjo, memanas dengan aksi-aksi demo penolakan.
Pembakaran ban dan saling lempar batu, bahkan bentrokpun mewarnai aksi-aksi demo tersebut. Suasana memanas.